Tanjungpinang atau sebelumnya disebut Tanjung Pinang (disingkat Tg. Pinang) adalah ibu kota dari provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Yang terletak di koordinat 0º5' lintang utara dan 104º27' bujur timur, tepatnya di Pulau Bintan. Nama Tanjungpinang, diambil dari posisinya yang menjorok ke laut
yang banyak ditumbuhi sejenis pohon pinang. Pohon yang berada di Tanjung
tersebut yang merupakan petunjuk bagi pelayar yang akan masuk ke Sungai
Bintan. Tanjungpinang merupakan pintu masuk ke Sungai Bintan, dimana
terdapat kerajaan Bentan yang berpusat di Bukit Batu.
Keberadaan
Tanjungpinang semakin dikenal pada masa Kerajaan Johor pada masa Sultan
Abdul Jalil Syah yang memerintahkan Laksemana Tun Abdul Jamil untuk
membuka suatu Bandar perdagangan yang terletak di Pulau Bintan, tepatnya
di Sungai Carang, Hulu Sungai Riau. Bandar yang baru tersebut menjadi
Bandar yang ramai yang kemudian dikenal dengan Bandar Riau. Peranan
Tanjungpinang sangat penting sebagai kawasan penyangga dan pintu masuk
Bandar Riau.
Kepiawaian pemerintah pada masa itu menjadikan
Bandar Riau merupakan bandar perdagangan yang besar dan bahkan menyaingi
bandar Malaka yang masa itu telah di kuasai Portugis dan akhirnya jatuh
ke tangan Belanda.
Dalam beberapa riwayat di kisahkan para
pedagang yang semulanya ingin berdagang di Malaka kemudian berbelok arah
ke Riau, dan bahkan orang-orang Malaka Membeli Beras dan kain di Riau.
Hal ini disebabkan bandar Riau merupakan kawasan yang aman dengan harga
yang relatif bersaing dengan bandar Malaka. Selain sebagai pusat
perdagangan, Bandar Riau dikenal sebagai pusat pemerintahan Kerajaan
Johor - Riau. Beberapa kali pusat pemerintahan berpindah - pindah dari
Johor ke Riau maupun sebaliknya.
Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 mengakhiri pendudukan
belanda atas wilayah Kepulauan Riau. Tahun 1950, Belanda menyerahkan
wilayah Kepulauan Riau Kepada pemerintah Indonesia.
Tanjungpinang Timur.Tanjungpinang ditetapkan sebagai Kota Otonom
Keberadaan Tanjungpinang semakin
diperhitungkan pada peristiwa Perang Riau pada tahun 1782-1784 antara
Kerajaan Riau dengan Belanda, pada masa Pemerintahan Yang Dipertuan Muda
Raja Haji Fisabilillah. Peperangan selama 2 tahun ini mencapai
puncaknya pada taggal 6 Januari 1784 dengan kemenangan pada pihak
kerajaan Melayu Riau yang ditandai dengan hancurnya kapal komando
Belanda "Malaka's Wal Faren". Dan mendesak Belanda untuk mundur dari
perairan Riau. Bersempena peristiwa tersebut 6 Januari diabadikan
sebagai hari jadi Tanjungpinang.
Selang beberapa bulan dari
peristiwa tersebut, Raja Haji dan Pasukan Melayu Riau menyerang Malaka
sebagai basis Pertahanan Belanda di Selat Malaka. Tetapi dalam
peperangan di Malaka tersebut Pasukan Riau mengalami kekalahan dan Raja
Haji sebagai komando perang Wafat. Atas perjuangan beliau, Raja Haji
kemudian dikenal sebagai Pahlawan Nasional. Dibawah kekuasaan
bangsa bugis Riau berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan
internasional. Riau tidak hanya menarik pedagang dari tanah bugis tetapi
juga Inggris, Cina, Belanda, Arab dan India.
Disisi lain
perkembangan kekuatan Politik dan Militer Riau menimbulkan kebimbangan
Belanda yang menduduki Malaka saat itu. Dalam tahun 1784, sebuah armada
Belanda dengan kekuatan 13 kapal, 1594 prajurit, mengepung dan menyerang
Riau(sekarang kawasan Tanjungpinang). Pada 6 Januari 1784 belanda
berhasil di paksa mundur ke Malaka berkat bantuan Selangor dan berhasil
mengepung Melaka. Sesudah itu pada 1 Juni 1874 sebuah armada
pertempuran dari batavia yang berkekuatan 6 kapal, 326 meriam dan 2130
prajuritnya berhasil memecahkan blokade Bugis atas Malaka. Pertempuran
ini telah menewaskan pimpinan tertinggi Bangsa Bugis yaitu Raja Haji
yang telah berhasil mengumpulkan kekuatan diantara bangsa Bugis sendiri
dan Melayu dalam usahanya mengusir Belanda atas pendudukan Malaka.
Tanjungpinang juga dikenal sebagai Keresidenan Belanda dengan residen
pertamanya David Ruhde. Penempatan keresidenan Belanda ini terkait atas
penguasaan Wilayah Riau yang sempat mengalami kekalahan pada peperangan
di Malaka. Untuk kemudian Belanda membangun Tanjungpinang sebagai
Pangkalan Militer.
Kemunduran kerajaan Melayu Riau semakin jelas
sejak adanya Traktat London 1828 yang merupakan perjanjian tentang
pembagian kekuasaan di Perairan Selat Malaka, dimana wilayah Riau-Lingga
dibawah kekuasaan Belanda, Johor-Pahang dan sebagian wilayah
semenanjung dikuasai olah Inggris. Melalui peristiwa ini pulalah yang
memisahkan keutuhan kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga, dan kemudian
Kerajaan ini dikenal dengan sebutan Riau-Lingga. Dan Singapura yang kala
itu dibawah kerajaan Riau ditukar ganti dengan Bengkulu yang kala itu
dibawah kerajaan Inggris. Sejak Belanda menguasai wilayah
Kerajaan Riau dan campur tangannya dalam Kerajaan, membuat kerajaan Riau
mengalami kemunduran, hingga puncaknya terjadi pada saat pemecatan
Sultan Riau oleh Belanda pada tahun 1912. Sultan kala itu tidak mau
menandatangani Surat pemberhentian tersebut dan lebih memilih untuk
pindah ke Singapura. Dan sejak saat itu berakhirlah Kesultanan
Riau-Lingga dengan dihapuskannya wilayah Riau-Lingga dari peta
Keresidenan Belanda. Dan Keberadaan Tanjungpinang tetap menjadi daerah
pusat keresidenan Belanda.
Keberadaan Belanda sempat digantikan
Jepang dan Tanjungpinang pada waktu itu dijadikan Pusat Pemerintahan
Jepang di wilayah Kepulauan Riau. Dan kemudian kembali lagi dipegang
Oleh Belanda.Tanjungpinang juga menjadi ibu kota Kepulauan Riau berdasarkan
Undang-Undang Nomor 58 1948.Tahun 1957 berdasarkan Undang-undang No. 19
Tahun 1957 dibentuklah Propinsi Riau dengan ibukotanya Tanjungpinang,
namun tahun 1960 ibukota dipindahkan ke Pekanbaru. Setelah lama
menjadi ibukota Kabupaten Kepulauan Riau, kemudian dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 31 tahun 1983 tanggal 18 Oktober 1983 Tanjungpinang
ditetapkan sebagai Kota Administratif.
Selanjutnya pada tahun
2001 sesuai dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 2001 tanggal 21 Juni
2001, kota Administratif Tanjungpinang menjadi kota Tanjungpinang dengan
membawahi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kecamatan
Tanjungpinang Barat, Kecamatan Bukit Bestari dan Kecamatan Kota ini memiliki cukup banyak daerah pariwisata seperti Pulau Penyengat yang hanya berjarak kurang lebih 2 mil dari pelabuhan laut Tanjungpinang - Pelabuhan Sri Bintan Pura, Pantai Trikora dengan pasir putihnya terletak kurang lebih 65 km dari kota, dan pantai buatan yaitu Tepi Laut yang terletak di garis pantai pusat kota sebagai pemanis atau wajah kota (waterfront city).Pelabuhan Laut Tanjungpinang - Pelabuhan Sri Bintan Pura memiliki kapal-kapal jenis feri dan feri cepat (speedboat) untuk akses domestik ke pulau Batam dan pulau-pulau lain seperti; kepulauan Karimun dan Kundur, serta kota-kota lain di Riau daratan, juga merupakan akses internasional ke negara Malaysia dan Singapura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar